Search In Rshad's Blog

Senin, 09 Maret 2009

Model Bisnis Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Universal di Indonesia

entri ini juga sebenernya udah lama banget.. hampir setaun lalu pas masih aktif jadi ass lab di kampus, harusnya sih diposting pas udah jadi..
tapi entah knapa, ko ya otak gw ini baru ingetnya sekarang.. ya sudah apa boleh buat.. mumpung lagi inget postingnya..

mudah2an juga bisa membantu temen2 yang lagi penelitian ato sekedar cari2 pengetahuan via internet..


Model Bisnis Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Universal di Indonesia

Farda Hasun, Budi Praptono, Husni Amani, M. Ersyad Hilmi
frd@ittelkom.ac.id, bpt@ittelkom.ac.id, ham@ittelkom.ac.id, peace_in_my_earth@yahoo.com
Departemen Teknik Industri Institut Teknologi Telkom, Bandung

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mempersempit kesenjangan dijital adalah membangun infrastruktur telekomunikasi pedesaan melalui kebijakan Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) atau Universal Service Obligation (USO). Penelitian ini memetakan model bisnis pelaksanaan KPU di Indonesia saat ini, dan kemudian menganalisisnya untuk dapat mengidentifikasi penelitian-penelitian lanjutan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki model bisnis KPU untuk mencapai masyarakat cerdas Indonesia. Secara umum, model bisnis yang ada saat ini sudah cukup baik. Meski secara umum mekanisme sudah cukup baik, namun terlihat jelas bahwa model bisnis saat ini masih terpusat pada model bisnis guna membangun sambungan telepon bagi desa-desa yang belum terhubung dengan fasilitas telepon. Mengacu pada perkembangan di negara lain dan juga mengacu pada peran yang dapat dilakukan oleh teknologi infokom dalam mengurangi kemiskinan, maka perlu ada strategi dan program nasional yang terkoordinasi guna memanfaatkan teknologi infokom untuk mengurangi kemiskinan yang melibatkan komponen-komponen masyarakat, dengan menggunakan semaksimal mungkin teknologi yang cost effective. Di sini diperlukan model bisnis yang menarik bagi setiap pihak yang terlibat. Beberapa penelitian lanjutan yang dapat dilakukan untuk mengimplementasikan itu semua adalah pemetaan karakteristik dan potensi wilayah KPU, pendefinisian kebutuhan tiap wilayah, desain program yang kontekstual dengan kondisi dan kebutuhan wilayah, dan desain sistem infrastruktur infokom beserta konten dan aplikasi serta sistem pendukung untuk menunjang program yang dikembangkan. Juga perlu diidentifikasi sumber pendanaan serta pengembangan model bisnis yang menarik. Di sisi lain, perlu juga dilakukan penelitian guna meningkatkan kapabilitas sumber daya manusia, serta penelitian guna mengidentifikasi kebijakan apa yang diperlukan untuk mempercepat terwujudnya masyarakat Indonesia cerdas.


Kata kunci : Model Bisnis, Kewajiban Pelayanan Universal, Indonesia


1. Pendahuluan

Salah satu isu yang perlu dipecahkan dalam menuju masyarakat Indonesia cerdas adalah mempersempit kesenjangan dijital. Kesenjangan dijital adalah kesenjangan antara kelompok yang dapat mengambil benefit dari teknologi dijital dengan kelompok yang tidak mampu mengambil benefit dari teknologi tersebut [21]. Fakta yang ada, saat ini kesenjangan dijital cenderung semakin melebar.

Ada banyak cara yang perlu ditempuh dan banyak pihak yang perlu terlibat dalam upaya ini. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah membangun infrastruktur telekomunikasi perdesaan melalui kebijakan Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) atau Universal Service Obligation (USO).

Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa memperkecil kesenjangan dijital bukan hanya memberi akses terhadap fasilitas TIK, tetapi lebih pada bagaimana membuat masyarakat mampu mengambil benefit dari TIK untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Manfaat program KPU bagi masyarakat masih dalam pertanyaan. Dari data yang ada, diketahui bahwa sekitar 30 % fasilitas komunikasi yang dibangun dengan dana KPU tidak lagi dipergunakan sejak habisnya voucher.

Dari fakta tersebut ada gejala bahwa pelaksanaan program KPU saat ini lebih berorientasi pada membangun fasilitas telekomunikasi, sementara keberlangsungan dan pengambilan manfaat oleh masyarakat dari program ini masih belum menjadi perhatian. Merujuk pada hal ini, maka perlu dilakukan evaluasi atas kebijakan dan pelaksanaan program KPU di Indonesia.
Penelitian ini akan memetakan model bisnis pelaksanaan KPU di Indonesia saat ini, dan kemudian menganalisisnya untuk dapat mengidentifikasi penelitian-penelitian lanjutan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki model bisnis KPU untuk mencapai masyarakat cerdas Indonesia.

Berkaitan dengan pemetaan model bisnis pelaksanaan KPU, maka aspek-aspek yang akan dipetakan adalah sebagai berikut:
• Siapa prioritas sasaran penyelenggaraan program KPU?
• Layanan apa yang disediakan melalui program KPU dan bagaimana tipe aksesnya?
• Bagaimana tingkat/kualitas layanan program KPU?
• Bagaimana harga layanan KPU?
• Teknologi apa yang digunakan dalam layanan KPU?
• Pihak mana saja yang perlu atau dapat dilibatkan dalam program KPU dan bagaimana fungsi masing-masing pihak?
• Bagaimana prinsip perhitungan biaya penyelenggaraan program KPU?
• Bagaimana mekanisme pendanaan KPU dan bagaimana mekanisme penyaluran dana tersebut?

2. Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah studi literatur mengenai pelaksanaan KPU di Indonesia. Gambaran mengenai model bisnis pelaksanaan KPU di Indonesia saat ini diperoleh melalui peraturan-peraturan yang ada, baik di tingkat Undang-undang, Peraturan Pemerintah hingga Peraturan Menteri, dan juga dari berita-berita mengenai pelaksanaan KPU, baik berupa pelaksanaan lelang maupun kejadian lain. Dari peraturan-peraturan dan berita-berita ini kemudian dapat disusun model bisnis pelaksanaan KPU di Indonesia saat ini.
Model bisnis yang ada ini kemudian dianalisis dengan menggunakan kerangka tujuan yang hendak dicapai dari pelaksanaan kebijakan KPU dan hasil benchmark dari beberapa negara lain dalam melaksanakan KPU.

3. Definisi, Tujuan dan Mekanisme Kebijakan KPU

Dalam pembahasan mengenai KPU, dikenal ada dua terminologi, yaitu akses universal (universal access) dan layanan universal (universal service). Kebijakan layanan universal terpusat pada upaya meningkatkan ketersediaan koneksi ke jaringan telekomunikasi publik dari setiap rumah tangga. Sedangkan kebijakan akses universal terpusat pada upaya menyediakan akses bagi setiap individu ke fasilitas telekomunikasi umum. Akses universal dapat disediakan melalui telepon umum, telecenter, warnet, dan lain-lain.

Tujuan dari KPU adalah memperluas dan memelihara ketersediaan layanan telekomunikasi yang terjangkau bagi publik yang selama ini masih underserved. Yang termasuk dalam kelompok underserved adalah masyarakat yang berada di daerah yang merupakan wilayah berbiaya telekomunikasi tinggi, atau masyarakat yang berpenghasilan rendah.

KPU bagi kelompok ini perlu dilakukan, dengan tujuan utamanya umumnya adalah sebagai berikut:
• Agar terwujud partisipasi penuh dari masyarakat abad 21
• Untuk meningkatkan persatuan politik, ekonomi dan budaya nasional
• Untuk meningkatkan perkembangan ekonomi
• Untuk mendorong distribusi penduduk yang lebih seimbang
• Untuk mengurangi disparitas antara daerah kota dan pedesaan.

Definisi operasional dari universalitas berbeda di setiap negara, meski secara umum ada beberapa pola tertentu. Di beberapa negara, definisi universalitas merupakan bagian dari rencana pembangunan telekomunikasi nasional. Definisi tersebut umumnya mencakup dua aspek, yakni aspek tipe akses (akses universal yang bersifat publik atau layanan universal yang bersifat individual) dan aspek tipe layanan (apakah layanan PSTN saja atau juga termasuk layanan internet dan layanan lain). Definisi tersebut seringkali juga mencakup target tanggal dan tingkat layanan (service level). Definisi KPU dibuat umumnya dengan mempertimbangkan tingkat pendapatan nasional, distribusi pendapatan nasional, dan juga distribusi populasi. Beberapa contoh definisi universalitas dapat dilihat di tabel 1.

Tabel 1. Definisi KPU di Beberapa Negara [1]
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Negara / Kebijakan Akses Universal / Kewajiban Operator
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Bhutan / Satu telepon tiap desa / Tidak ada kewajiban

Cuba / Akses telekomunikasi ke setiap desa atau ke setiap komunitas yang lebih dari 500 orang / Lisensi mendorong pada akhir tahun ke 8 semua desa dengan penduduk lebih dari 500 orang sudah memiliki akses

Zambia / Telepon di setiap wilayah publik (sekolah, klinik) / Tidak ada kewajiban

Pakistan / Satu telepon tiap desa / Tidak ada kewajiban
-------------------------------------------------------------------------------------------------

Mengenai mekanisme, ada beberapa mekanisme yang umum digunakan untuk mewujudkan KPU, yaitu:
• Reformasi pasar, terutama privatisasi, kompetisi dan cost-based pricing
• Kewajiban Layanan Mandatorial, merupakan kewajiban yang dimasukkan dalam lisensi.
• Subsidi silang antar jasa yang disediakan oleh operator incumbent. Umumnya di sini layanan dengan marjin keuntungan yang tinggi mensubsidi layanan yang tidak menguntungkan.
• Access Deficit Charge, merupakan dana yang dibayar oleh operator telekomunikasi kepada operator incumbent.
• Universality Fund, yaitu dana yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan digunakan untuk mendanai implementasi program KPU.
Mekanisme di atas tidak bersifat mutually exclusive, dalam artian suatu negara dapat saja menggunakan beberapa cara untuk mengimplementasikan KPU. Untuk memilih metoda mana yang akan digunakan, maka digunakan beberapa kriteria, yakni:
• Kesesuaian dengan aturan perdagangan internasional
• Efisiensi ekonomis
• Pertimbangan politik

Umumnya mekanisme universality fund dipandang sebagai pilihan terbaik dalam mencapai tujuan KPU. Dengan mekanisme ini, dana dikumpulkan dari berbagai sumber dan kemudian dimanfaatkan untuk mensubsidi program-program yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan KPU. Sumber dana yang digunakan antara lain:
• Pendanaan dari anggaran pemerintah
• Kontribusi dari sebagian pendapatan operator
• Hasil dari privatisasi, lelang frekuensi, atau pembayaran lisensi
• Dibebankan pada konsumen dan dikumpulkan oleh operator
• Dana bantuan internasional.

Untuk menentukan mekanisme pengumpulan dana terbaik, digunakan kriteria sebagai berikut:
• Efisiensi ekonomi
• Efisiensi administratif
• Keberlanjutan. Mekanisme berdasar pendapatan operator menyediakan ukuran yang relatif konstan.
• Keadilan.

Mengenai besarnya subsidi, ada dua cara untuk menentukannya. Yang pertama adalah dengan membuat estimasi biaya untuk mengadakan layanan KPU. Pendekatan yang kedua adalah membiarkan pasar menentukan jumlah subsidi yang dibutuhkan melalui mekanisme lelang terbuka.

4. Model Bisnis KPU di Indonesia

Di Indonesia ada beberapa peraturan perundangan yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Universal. Peraturan-peraturan perundangan tersebut adalah:
1. UU Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, pasal 16
2. PP Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi bagian kelima (pasal 26 – 31)
3. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 11/PER/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi
4. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 38/PER/M.KOMINFO/09/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kominfo Nomor 11/PER/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi
5. Keputusan Menteri Kominfo Nomor 145/KEP/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penetapan Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi
6. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 35/PER/M.KOMINFO/11/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan
7. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 34/PER/M.KOMINFO/11/2006 tentang Standar Pelayanan Minimal Balai Satuan Kerja Sementara Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan
8. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 05/PER/M.KOMINFO/2/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Jenis Penerimaan negara Bukan Pajak dari Kontribusi Kewajiabn Pelayanan Universal Telekomunikasi / Universal Service Obligation
9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1006/KMK.05/2006 tentang Penetapan Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan pada Departemen Komunikasi dan Informatika Sebagai Instansi Pemerintah yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

Mengacu pada elemen-elemen model bisnis seperti yang telah didefinisikan bagian pendahuluan, gambaran dari masing-masing elemen model bisnis tersebut adalah seperti yang akan diuraikan pada sub-sub bagian berikut.

4.3.1. Siapa prioritas sasaran penyelenggaraan program KPU?

Sasaran penyelenggaraan KPU adalah wilayah yang belum terjangkau fasilitas jaringan dan atau jasa telekomunikasi seperti daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah perintisan atau daerah perbatasan serta daerah yang tidak layak secara ekonomis. Penetapan wilayah ini dilaksanakan setelah berkoordinasi dengan instansi terkait dan atau mempertimbangkan masukan dari masyarakat, dan dievaluasi sesuai dengan perkembangan wilayah tersebut.

4.3.2. Layanan apa yang disediakan melalui program KPU dan bagaimana tipe aksesnya?

Penyediaan KPU telekomunikasi berupa penyediaan akses dan layanan telekomunikasi 24 jam sehari di WPUT. Penyediaan KPU telekomunikasi harus dapat memberikan layanan jasa teleponi dasar untuk umum dengan layanan panggilan lokal, SLJJ, SLI dan panggilan ke layanan jaringan bergerak, dengan kemampuan memanggil dan dipanggil serta berinterkoneksi dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya, dan juga dapat digunakan untuk menghubungi pelayanan darurat. Selanjutnya layanan ini harus dapat dikembangkan ke tahap penyediaan layanan jasa multimedia dan layanan telekomunikasi berbasis informasi lainnya.
Dari sisi tipe akses, dinyatakan bahwa penyediaan KPU telekomunikasi merupakan penyediaan layanan telekomunikasi berbasis komunal.

4.3.3. Bagaimana tingkat/kualitas layanan program KPU?

Pelaksana penyedia wajib melaksanakan penyediaan KPU telekomunikasi berdasarkan tingkat kualitas layanan sebagaimana yang ditetapkan dalam kontrak. Direktur Jenderal melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan pelayanan KPU telekomunikasi secara berkala berdasarkan tingkat kualitas layanan. Untuk melaksanakan pengawasan tersebut, Direktur Jenderal dapat melimpahkan kewenangan pengawasan dan pengendalian kepada BTIP.

4.3.4. Bagaimana harga layanan KPU?

Berkaitan dengan harga layanan, dalam peraturan ini ditetapkan bahwa pelaksana penyedia wajib memberlakukan tarif layanan jasa teleponi dasar maksimal sesuai dengan tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara jaringan tetap lokal dominan.

4.3.5. Teknologi apa yang digunakan dalam layanan KPU?

Dari sisi teknologi tidak ada ketentuan untuk menggunakan suatu teknologi tertentu, tetapi ada ketentuan bahwa dalam penyediaan jaringan, harus digunakan alat atau perangkat yang telah mendapatkan sertifikat perangkat dari Direktur Jenderal.

4.3.6. Pihak mana saja yang perlu atau dapat dilibatkan dalam program KPU dan bagaimana fungsi masing-masing pihak?

Mengenai pihak-pihak yang terlibat, maka penyelenggaraan KPU melibatkan beberapa pihak sebagai berikut:
• Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi, yang merupakan pihak yang diwajibkan untuk memberi kontribusi KPU sebagai sumber dana penyelenggaraan KPU
• Pelaksana penyedia, yang berfungsi sebagai penyedia akses dan layanan telekomunikasi di Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi (WPUT).
• Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan yang selanjutnya disebut BTIP, merupakan Satuan Kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi yang mengelola dana Kontribusi KPU dan mengorganisir pelaksanaan KPU di Indonesia
• Kelompok masyarakat atau badan usaha lain, yang dapat dilibatkan dalam penyediaan KPU telekomunikasi oleh pelaksana penyedia guna menjaga kesinambungan layanan.

4.3.7. Bagaimana Prinsip Perhitungan Biaya Penyelenggaraan Program KPU?

Tidak ada ketentuan rinci mengenai biaya ataupun cara penetapan biaya guna pelaksanaan KPU. Namun demikian, faktor biaya merupakan salah satu parameter penilaian dalam lelang umum penyediaan KPU telekomunikasi.

4.3.8. Bagaimana Mekanisme Pendanaan KPU dan Bagaimana Mekanisme Penyaluran Dana Tersebut?

Dana KPU diperoleh dari Kontribusi KPU yang wajib dibayarkan oleh setiap penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi, berupa 0,75% dari pendapatan kotor setiap tahun buku yang dibayarkan per tri wulan (Pasal 13 Permen Kominfo no 15/PER/M.KOMINFO/9/2005 : Kontribusi USO 0,75 % dari pendapatan kotor penyelenggara telekomunikasi per tahun buku efektif yang diberlakukan terhitung sejak bulan Januari 2005).
Perhitungan KKPU dilakukan berdasarkan perhitungan sendiri oleh penyelenggara, dan akan dicocokkan dengan perhitungan BTIP berdasarkan laporan keuangan tahunan. Dana ini disetorkan ke kas BTIP PPK-BLU melalui Rekening Kepala BTIP Ditjen Postel. BTIP sendiri harus bekerja dengan memenuhi standar pelayanan minimal yang ditetapkan dengan peraturan menteri, di mana monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM dilakukan oleh Direktur Jenderal.

Penyaluran dana dilakukan melalui lelang terbuka. Parameter yang diperhatikan dalam penilaian peserta lelang adalah:
• biaya penyediaan layanan;
• pengoperasian dan pemeliharaan;
• tarif layanan;
• penyediaan interkoneksi layanan;
• jenis layanan minimal;
• penggunaan produk dalam negeri.

Dana KKPU hanya dapat digunakan untuk penyediaan akses, sedangkan untuk layanan telekomunikasi merupakan layanan berbayar. Seluruh pendapatan dari hasil penyediaan layanan KPU menjadi milik penyelenggara.

5. Contoh dari Negara Lain

Salah satu cerita sukses di India adalah kasus ITC e-Choupal, bisnis besar yang melibatkan petani berlahan sempit di pedesaan. ITC International Business Division, salah satu eksportir komoditi pertanian terbesar di India, telah mengembangkan e-Choupal, yaitu suatu sistem rantai pasok yang lebih efisien dalam mendeliver nilai bagi konsumen di seluruh dunia secara berkesinambungan. E-choupal, yang merupakan sebuah kios internet, menyediakan akses informasi dalam bahasa lokal bagi komunitas pertanian, yang meliputi informasi mengenai cuaca, harga komoditi, dan juga menyebarluaskan pengetahuan mengenai praktek-praktek pertanian yang baik serta manajemen resiko, serta memfasilitasi penjualan input untuk melaksanakan produksi di bidang pertanian (sekarang dilengkapi dengan pengetahuan praktis) dan pembelian hasil pertanian dari petani tangan pertama (pengambilan keputusan sekarang dilakukan secara information-based). E-Choupal pada akhir 2005 dapat mencapai 3,1 juta petani di 31.000 desa di enam state (Madhya Pradesh, Karnataka, Andhra Pradesh, Uttar Pradesh, Maharashtra and Rajasthan), dan mencakup komoditi pertanian seperti kedelai, kopi, gandum, beras, dan lain-lain.

Model-model sejenis dengan contoh yang telah diuraikan sebelumnya juga dilakukan di negara-negara lain, seperti Ekuador, Bolivia, dan lain-lain. Di Ekuador, kerjasama antara pemerintah dan swasta serta organisasi lembaga swadaya masyarakat telah mengembangkan proyek portal informasi nasional untuk pertanian, pendidikan, lingkungan dan e-government. Di Bolivia, kemitraan antara Kementerian Pertanian dan organisasi petani nasional serta lembaga swadaya masyarakat, mengembangkan akses informasi harga komoditi, tren pasar, teknik produksi dan teknik pemasaran

6. Analisis atas Model Bisnis KPU Saat Ini

Secara umum, model bisnis yang ada saat ini sudah cukup baik. Mekanisme yang digunakan adalah universality fund, yang dipandang sebagai pilihan terbaik dalam mencapai tujuan KPU, dengan dana KKPU besarnya dihitung berdasarkan prosentase tertentu dari pendapatan kotor penyelenggara telekomunikasi setiap tahun buku sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Mekanisme ini relatif terbaik jika dilihat dari kriteria-kriteria efisiensi ekonomi, administrasi, keberlanjutan dan keadilan.

Untuk menentukan jumlah subsidi, saat ini pemerintah membiarkan pasar yang menentukan jumlah subsidi melalui mekanisme lelang terbuka dan juga membuat estimasi biaya agar dapat menentukan jumlah subsidi maksimum yang dapat disediakan untuk suatu proyek.
Untuk mengatasi potensi bad governance, dibentuk BTIP dan juga ditetapkan standar pelayanan minimalnya. Namun demikian, standar pelayanan minimal ini masih perlu disempurnakan, terutama mengenai tolok ukur indikator layanannya.

Selain itu, di Indonesia ada indikasi masalah dalam proses pelelangan, terbukti dari mundurnya banyak peserta sebelum tanggal penentuan pemenang, dengan keluhan umum berupa beratnya persyaratan tender. Perlu diupayakan proses administrasi yang lebih mudah
Meski secara umum mekanisme sudah cukup baik, namun terlihat jelas bahwa model bisnis saat ini masih terpusat pada model bisnis guna membangun sambungan telepon bagi desa-desa yang belum terhubung dengan fasilitas telepon. Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan telekomunikasi hingga tahun 2009.

Mengacu pada perkembangan di negara lain dan juga mengacu pada peran yang dapat dilakukan oleh teknologi infokom dalam mengurangi kemiskinan, maka perlu diupayakan peningkatan peran teknologi infokom bagi masyarakat. Perlu ada strategi dan program nasional yang terkoordinasi baik guna memanfaatkan teknologi infokom untuk mengurangi kemiskinan yang melibatkan komponen pemda, operator, lembaga keuangan, LSM dan perguruan tinggi serta Pusat-pusat kegiatan Belajar Masyarakat, dengan menggunakan semaksimal mungkin teknologi yang cost effective.

Berkaitan dengan pihak-pihak yang terlibat, perlu keterlibatan aktif dari pemerintah daerah dan juga lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan lain, termasuk organisasi bisnis, guna mempercepat pencapaian Masyarakat Indonesia Cerdas. Di sini diperlukan model bisnis yang menarik bagi setiap pihak yang terlibat.

7. Identifikasi Penelitian Lanjutan

Dari uraian di atas, maka ada beberapa penelitian lanjutan yang dapat diidentifikasi, yaitu:
1. Identifikasi, klasifikasi, serta pemetaan karakteristik dan potensi wilayah KPU untuk layanan berbasis informasi, baik untuk skala lokal maupun nasional. Intinya di sini adalah perlu dilakukan pemetaan potensi ekonomi tiap wilayah. Untuk pembangunan layanan berbasis informasi, perlu didahulukan wilayah yang lebih potensial untuk dikembangkan, sehingga benefit dari layanan akan lebih tinggi. Tentunya skala penelitian ini disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas lembaga maupun personil peneliti

2. Setelah dilakukan pemetaan potensi ekonomi tiap wilayah, maka untuk tiap wilayah atau kelompok wilayah, perlu dilakukan:
• Pendefinisian kebutuhan tiap wilayah
• Desain program yang kontekstual dengan kondisi dan kebutuhan wilayah, sehingga dapat menciptakan nilai tambah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan e-choupal di India dapat menjadi salah satu acuan dalam pengembangan program
• Desain sistem infrastruktur infokom, konten dan aplikasi serta sistem pendukung untuk menunjang program yang dikembangkan. Sedapat mungkin gunakan teknologi yang cost effective

3. Identifikasi sumber pendanaan, terutama pendanaan domestik, termasuk pemerintah daerah, dan kembangkan model bisnis yang menarik

4. Lakukan penelitian atas tingkat kapabilitas sumber daya manusia yang ada saat ini dan pendidikan serta pelatihan seperti apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas sumber daya manusia tersebut agar dapat menjalankan dan mengembangkan sistem yang dibangun

5. Identifikasi kebijakan apa yang diperlukan untuk mempercepat terwujudnya masyarakat Indonesia cerdas.


8. Referensi

[1] Tetrault, McCarthy, dan Intven, Hank, editors, 2000, “Telecommunications Regulation Handbook”, InfoDev
[2] Eisenmann, Thomas R, “Internet Business Model”
[3] UU Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi
[4] PP Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi
[5] Peraturan Menteri Kominfo Nomor 11/PER/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi
[6] Peraturan Menteri Kominfo Nomor 38/PER/M.KOMINFO/09/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kominfo Nomor 11/PER/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi
[7] Keputusan Menteri Kominfo Nomor 145/KEP/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penetapan Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi
[8] Peraturan Menteri Kominfo Nomor 35/PER/M.KOMINFO/11/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan

[9] Peraturan Menteri Kominfo Nomor 34/PER/M.KOMINFO/11/2006 tentang Standar Pelayanan Minimal Balai Satuan Kerja Sementara Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan
[10] Peraturan Menteri Kominfo Nomor 05/PER/M.KOMINFO/2/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Jenis Penerimaan negara Bukan Pajak dari Kontribusi Kewajiabn Pelayanan Universal Telekomunikasi / Universal Service Obligation
[11] Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1006/KMK.05/2006 tentang Penetapan Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan pada Departemen Komunikasi dan Informatika Sebagai Instansi Pemerintah yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
[12] Malaysia Communications and Multimedia Act 2002
[13] Heuermann, Arnulf, ”Financing Telecommunications Infrastructure for E-Learning Project”, Detecon International GmbH
[14] Intelecon Research, 2004, ”Universal Access Funds”
[15] Cohen, Nevin, 2001, “What Works: Grameen Telecom’s Village Phones”, World Resource Institute
[16] The Task Force on Financial Mechanisms for ICT for Development , 2004, “The Report of The Task Force on Financial Mechanisms for ICT for Development : A Review of Trends and an Analysis of Gaps and Promising Practices”, UNDP
[17] Dossani, Rafiq & Misra, D.C. & Jhaveri, Roma, 2005, “Enabling ICT for Rural India”, Asia Pacific Research Center, Stanford University
[18] Langi, Armeijn Z.R., 2007, “A Rural Next Generation Network and Its Testbed”, ITB J.ICT Vol 1 C, No. 1
[19] Hardjono, Agung, et.al., 2005, “Strategi Mengurangi Kemiskinan dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi”, Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia ITB
[20] Michel, Louis, 2005, “Financing ICT for Development: the EU Approach”, European Commission
[21] www.itu.int/ITU-D/digitaldivide

[22] www.depkominfo.go.id

Tidak ada komentar: